Aku adalah seorang perokok aktif. Setiap kali
mengerjakan sesuatu aku pasti akan menyalakan rokok ketika mulutku terasa
kecut. Atau ketika aku mencium aroma wangi tembakau yang dibakar oleh orang
lain. Di kasus sebelumnya, aku tidak mengalami kesulitan soal rokok karena
memang yang empunya rumah adalah perokok. Jadi aku bisa menghisap batang racun
terkutuk ini bersama dengannya. Namun bagaimana jika sang empunya rumah tidak
memperbolehkan asap rokok di dalam rumahnya? Ini pastilah sebuah cerita lain.
Suatu hari aku berencana untuk sedikit menaikkan
harga jasa yang aku berikan. Dan sekalinya aku manikkan harga, beberapa orang
di sosial media menyuarakan ketidak setujuannya soal mahalnya harga. Namun aku
masih tidak peduli karena aku yang datang ke rumah mereka, bukan mereka yang
datang kepadaku. Dan kala itu ada juga yang menyewa jasaku. Seorang pemuda yang
letak rumahnya cukup jauh dari rumahku. Aku bilang jauh karena daerah rumahnya
adalah daerah perbatasan antara Jogja-Magelang. Bahkan hampir mencapai kecamatan
Sleman.
Adalah Gulon, Salam, nama derah tempat tinggalnya.
Aku cukup ingat jalanannya yang rusak karena terlalu banyaknya
kendaraan-kendaraan kelas berat yang lewat. Bis, truk muatan, bahkan seringnya
dilewati truk pengangkut pasir yang beratnya minta ampun. Pantas saja jika
jalannya sering rusak. Apalagi ditambah beberapa bulan sebelumnya terjadi
erupsi gunung merapi yang dahsyat. Tambah banyak aja tuh, para penambang pasir
*kadang banyak terjadi kecelakaan
gara-gara pasir yang jatuh di jalan lho.
Saat itu, aku melewati rute yang sudah jarang aku
dua tahun terakhir ini. Rute dimana aku pernah menabrak sebuah keluarga. Ketika
itu aku bersama dengan seseorang yang kala itu, adalah seseorang yang berarti
di hatiku *halah. aku sempat khawatir
dengannya ketika kecelakaan terjadi. Apalagi semua itu adalah kesalahanku
sendiri. Dan rute ini mengingatkanku akan kenangan pahit itu. Membuatku melamun
untuk beberapa saat hingga aku hampir mengulangi kesalahanku dulu. Namun untung
saja, aku sedikit cekatan hingga tak jadi mencium bokong sebuah mobil pick-up *apalah itu.
Sesampainya di rumah klien, aku sedikit terpaku
dengan tanda terima kasih yang ada di tembok ruang tamunya. Bukan terima kasih
karena mengucapkan salam saat masuk atau terima kasih karena sudah bertamu.
Namun itu adalah terima kasih yang menghambat kebiasaanku. Terima kasih yang
cukup membuatku merasa sedikit tersiksa. Ucapan terima kasih itu berbunyi
"TERIMA KASIH ANDA TIDAK MEROKOK". Spontan juga aku mengumpat di
dalam hati. Aku hanya berharap, pekerjaanku di rumah ini tidak memakan waktu
lama dan tidak terlalu sulit menghadapinya. Namun sirna sudah harapanku ketika
melihat laptop jadul yang dikeluarkannya. Bahkan laptop milik Erie saja lebih
baik tampilannya daripada yang satu ini.
Adalah sebuah bencana besar ketika seorang perokok
tidak bisa merokok. Apalagi di rumah seorang yang tidak bisa berinteraksi
dengan orang asing sama sekali. Inilah kenapa aku tidak setuju jika rokok
dilarang di negeri ini. Rokok adalah sarana interaksi sosial. Terlebih lagi
ketika sang empunya rumah saja adalah seorang pendiam kelas berat. Aku yakin
dia adalah seorang introvert kelas kakap di sekitar sini.
"Mampuslah aku" gumamku kepada diri
sendiri. Tak tahu sang empunya rumah sedikit mendengar gumamanku.
"Gimana mas?" sahutnya.
"Ah, ga apa apa kok. Ini drivernya masih
ada?" aku mencoba untuk mengalihkan perhatiannya.
"Wah, kurang tahu e mas." Jawabnya sambil
menyentuh bagian belakang kepalanya. Dari lagaknya menjawab pertanyaanku, aku
yakin orang ini tidak tahu menahu soal komputer. Tambah mampuslah aku.
"Itu lho, kaset bawaan laptop sewaktu pertama
beli dari toko" jelasku padanya.
"Wah, ga ada mas. Ini aku beline second
kok" dan aku hanya menjawab dengan "Ooooo" panjang yang
menandakan bahwa aku mengerti kondisinya. Namun sejujurnya, aku mengungkapkan
bahwa aku sedang dalam masalah yang cukup besar dan mengekspresikannya lewat
jawabanku. Bagaimana bukan masalah besar, aku tidak bisa merokok untuk beberapa
jam ke depan, driver komputer yang tidak ada, dan sang empunya rumah yang tak
tahu apa-apa. Ditambah lagi komputer yang aku kerjakan ini semua pengaturannya
menggunakan bahasa Jerman yang aku sama sekali tidak mengerti. Terus mana yang
namanya tombol restart?! Bagaimana mau restart jika aku tidak tahu artinya.
Selama satu jam pertama, aku selesai memasang sistem
operasinya. Namun yang menjadi kendala adalah drivernya. Kenapa driver ini
begitu menjadi permasalahan setiap kali aku selesai memasang sistem operasi?
Meskipun aku sudah memiliki driver universal, driver yang bisa aku gunakan
untuk segala jenis komputer, namun tetap saja, tidak ada driver yang cocok.
Mungkin ini karena memang laptopnya yang sudah terlalu jaman dulu kala. Aku
heran, masih saja ada orang yang mengurus laptop-laptop seperti ini?!
Memasuki jam ketiga, aku mulai merasa kecut di
mulut. Entah kenapa setiap kali aku mnegerjakan sesuatu, aku selalu ingin
menghabiskan waktuku dengan rokok. Apalagi ketika sang empunya rumah ini hanya
menyediakan segelas teh tanpa hidangan apapun. Ya mungkin aku memang tidak mengharapkan
sajian sebagai teman untuk segelas teh hangat di hadapanku ini. Namun aku rasa
sang empunya rumah ini sudah lama tidak menjadi orang Magelang. Karena dilihat
dari apa yang dia sajikan hanya segelas teh hangat. Ditambah lagi dia hanya
sibuk dengan hape pintarnya saja.
Tidak juga mengajakku berbincang-bincang. Inilah yang menjadi penyakit di
generasi modern sekarang ini. Mereka terlalu terpaku pada perangkat praktisnya
dimana mereka hanya sibuk chatting-an. Mungkin ke depannya, mereka akan lebih
mementingkan hapenya daripada bertemu dengan manusia secara bertatapan.
Akhirnya, mau tidak mau aku yang harus memancingnya
untuk berbicara. Agar aku tidak merasa sepi dan lagi bisa membantuku melupakan
rasa kecut di ujung bibir ini. Aku mendengar suara burung kala itu. Dan yang
kudengar adalah burung kenari. Tepat sekali karena meski hanya sedikit, aku
tahu tentang jenis burung satu ini. Akhirnya aku sempatkan diri untuk
mendengarkan semua ocehannya mengenai burung kenari. Mulai dari peranakan yang
baik itu seperti apa hingga jenis-jenis burung kenari.
Setelah dia selesai mengobrol soal burung, dia
melempar kembali perhatiannya ke hape pintarnya. Pikirku "aduh, aku harus
bagaimana nak denganmu? Kau ini lebih tua dariku namun caramu berinteraksi
dengan sesama manusia sama sekali kurang. Aku heran bagaimana kau bisa bertahan
di masyarakat jika mengobrol dengan orang yang sama sekali asing denganmu saja
kau tidak bisa?!" aku pun kembali merasakan kecutnya bibir yang tanpa
rokok. Sebuah pesan singkat aku kirimkan ke sahabatku yang isinya soal rasa
kecut ketika merokok itu tidak bisa.
Akhirnya, saat aku memasuki jam keempat, aku
menyerah. Aku berpamitan dengan empunya rumah untuk sesegera mungkin bisa
keluar. Saat harga yang ia tanyakan untuk jasaku, aku dengan isengnya memberi
harga tinggi. Sekitar 10% dari harga normal yang sekarang ini aku berikan.
Namun saat itu aku memang sedang memasang harga tinggi. Lagipula kesepakatan
awal kami pun harganya memang sudah segitu.
Ketika aku keluar rumah, saat aku mulai menyalakan
mesin kendaraanku. Aku mengeluarkan sebungkus rokok dari kantongku, menyalakan
sebatang di mulutku tepat saat si empunya rumah ini masih berada di depan
pintu. Yah, aku memang orang yang sering sekali melakukan hal seperti ini.
Menyindir dengan tingkahku yang mungkin bagi sang empunya rumah cukup menyakiti
hati.
Selang beberapa bulan kemudian, dia menghubungi
kembali. Menyatakan komplainnya soal komputer yang tidak tertata rapi pada
perangkat lunaknya. Namun anehnya, dia bukan bermaksud untuk menggunakan jasaku
kembali. Namun maksud dia menghubungiku adalah pamer bahwa dia sudah
mendapatkan jasa yang lebih murah dari jasaku. Aku tidak tahu maksud pastinya
apa, namun aku merasa bahwa dia merasa terdzalimi oleh tingkahku dulu *hahahahaha.
Aku mencoba menempatkan diriku di posisinya. Mungkin
dia hanya ingin menyarankan padaku untuk menurunkan harga jasa instal ulang.
Mungkin juga dia ingin mengatakan padaku bahwa ada jasa yang lebih murah dari
jasaku. Yah, entahlah. Bisa saja dia mencoba membalas sakit hatinya karena aku
menyalakan rokok di depan rumahnya. Seperti sebelumnya, isi kepala orang siapa
yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar